Selasa, 02 Desember 2014

Hunting foto ,skenario saat suasana hati sedang gundah




kita pasti membeci kata resah, galau, khawatir , cemas, dan gelisah. Kita juga selalu tidak ingin terjebak di dalam perasaan yang mewakili salah satu kata tersebut.
Semua kata yang bersinonim dengan resah menjadi musuh yang harus dihindari. Kalaupun terlanjur mampir di salah satu episode hidup kita, pasti selalu ada cara untuk menyembunyikannya. Kemudian, melewati hari seperti tak pernah ada masalah apa pun. Menjalani rutinitas dengan tersenyum dan riang meski kondisi hati sedang gelisah, itu mungkin bisa menjadi salah satu pilihan.
Sepakat dengan mereka yang selalu mengatakan bahwa hidup itu singkat, kita tidak tahu berapa lama waktu yang kita miliki karenanya harus digunakan dengan sebaik-baiknya. Waktu akan terus berjalan, dia tidak akan pernah menunggu, berlalu meninggalkan kita yang tidak bisa menyesuaikan dengan ritmenya.
Karena itu kita tak mau waktu yang kita punya terampas dengan perasaan-perasaan gundah. Beruntungnya selalu ada skenario untuk menyimpan rapi keresahan yang mampir dalam hidup kita, selain tentu saja memohon petunjuk kepada Allah swt, berdoa.
Hunting foto, itulah skenario favorit bagi kebanyakan orang. Tentu saja banyak diantara kita senang memotret. Bebas menentukan sudut pandang mana yang diinginkan tanpa harus repot berdebat dengan orang lain adalah salah satu hal yang paling menyenangkan saat memotret. Semua kendali ada di kita, tak perlu merasa tidak enak kalau tidak menuruti kata orang lain. Peran menjadi sutradara inilah yang akan kita nikmati saat memotret. Bagi kita yang punya hobi fotografi, memotet sama halnya dengan bercerita kemudian menuliskannya dalam buku harian karena terkadang rangkaian kata kurang mampu mengutarakan dengan tepat pesan yang ingin di sampaikan. Sedangkan foto mampu merekam setiap ekspresi dan momen yang terjadi, dan bisa menyampaikan pesan yang tertangkap.
Lanskap dan aktivitas manusia merupakan objek yang menarik. Bagian yang paling menyenangkan dalam memotret lanskap adalah saat-saat menikmati aroma alam terbuka yang damai dan indah. Hening yang disediakan alam memberi jeda sejenak dalam hidup untuk lepas dari kepenatan yang muncul akibat rutinitas. Membingkai alam dengan kamera menjadi  obat mujarab untuk menyegarkan kembali pikiran. Memotret juga mengundang decak kagum dan rasa syukur atas pesonanya yang tak bisa di tampik. Alam memang selalu punya daya tarik tersendiri.
Sedangkan merekam setiap gerak manusia dalam foto menyadarkan kita bahwa ada keringat dan kerja keras dalam menjalani kehidupan. Dan juga ada saat kita pasrah dan tabah  menerima hasil dari kerja keras itu. Memotret rangkaian aktivitas manusia mengingatkan kita untuk terus bergerak memanfaatkan waktu yang tersisa. Boleh berhenti untuk menentukan arah, tapi jangan terlena karena waktu akan meninggalkan kita. Tanpa kompromi dan juga tanpa permisi.
Memotret panorama dan aktivitas manusia akan membuat kita belajar “melihat” realitas hidup bahwa ada banyak sisi kehidupan yang membuat kita tetap menjadi bagian masyarakat dunia.

Selasa, 11 November 2014

Pendakian Pertamaku di Gunung Ungaran

           




 Di sebuah gerbong kereta kelas ekonomi, saya duduk dan melepaskan pandangan. Terlihat suasana stasiun Pasar Senen begitu ramai. Suasana di dalam gerbong juga tidak kalah ramai. Malam itu tepat pada tanggal 31 Mei pukul 22.00 WIB dengan menumpang kereta Tawangjaya, saya hendak menuju ke Semarang untuk melakukan pendakian pertama saya. Ini bukan pertama kalinya saya pergi ke Semarang, kota tempat kekasih saya berkuliah. Hampir setiap bulan saya mengunjungi kota ini dan dengan kereta yang sama pula. Namun kali ini bukanlah perjalannan biasa bagi saya, biasanya saya ke semarang hanya sekedar untuk melepas rasa kangen bertemu dengan kekasih tercinta , but this is special one. Spesial karena, saya akan pergi ke gunung yang merupakan kali pertama saya melakukannya. Dan akan menjadi spesial karena perjalanan ini akan saya lakukan berdua dengan orang yang spesial.
 
            Sekitar pukul 03.00 WIB saya tiba di stasiun Semarang Poncol. Di depan pintu keluar terlihat Adam yang menyambut saya dengan senyuman sambil menggendong tas ransel yang sangat besar. saya pun buru-buru menghampirinya. Tanpa berpikir panjang setelah kami berdua saling menyapa, kami pun melanjutkan perjalanan kami dengan menggunakan sepeda motor menuju Ungaran. Selama perjalanan itu saya terus bertanya banyak hal ke adam. Jantung saya pun deg-degan saking antusiasnya saya dengan pendakian ini.
            Sekitar pukul 03.30 WIB kami tiba di basecamp gunung ungaran. Adam menyuruh saya untuk berganti baju dan melakukan packing ulang. Sementara dia sendiri akan menemui petugas di basecamp tersebut. Pukul 04.00 WIB kami memutuskan untuk memulai pendakiannya. Waktu itu kondisinya masih sangat gelap, saya merasa sedikit takut karena harus berjalan di tengah hutan , dan hanya bermodalkan penerangan dari sebuah senter. Untuk meredam rasa takut yang saya rasakan, Adam terus mengajak saya mengobrol dan sesekali dia mengeluarkan candaan yang membuat saya tertawa. Saya berjalan tepat di depan Adam. Ketika perjalanan belum begitu jauh dari basecamp , kami bertemu dengan rombongan pendaki juga. Dua perempuan dari rombongan itu mengajak saya ngobrol. rupanya mereka berasal dari sebuah komunitas keagaaman di salah satu kampus di semarang, nama organisasi mereka tertulis jelas di jaket yang mereka kenakan. Kemudian kedua perempuan itu mengajak saya dan Adam untuk melakukan pendakian bersama rombongan mereka. Dengan senang hati kami menerima tawaran itu.  Saya dan Adam jalan terlebih dahulu di depan mereka. Sesampainya di sebuah kolam, kami pun memutuskan berhenti terlebih dahulu untuk melaksanakan shalat subuh, setelah itu mengambil air dari dalam kolam sebagai bekal sampai di puncak nanti. Karena rombongan mereka terlalu banyak dan belum semua selesai shalat, kami berdua pun memutuskan untuk berjalan duluan ,setelah saya dan Adam selesai shalat subuh dan mengambil air dari kolam, kami berdua pun meminta izin kepada rombongan untuk berjalan terlebih dahulu.
            Udara saat itu terasa sangat dingin, namun saya sudah terbiasa dengan udara dingin semacam ini, karena letak rumah saya juga  berada di daerah pegunungan. Jalanan yang kami lalui semakin lama semakin menanjak dan semakin terjal. Saya pun semakin sering mengeluh. Tak henti-hentinya adam menyemangati saya . Namun saya terus saja mengeluh dan mengatakan kalau saya sudah tidak kuat untuk berjalan, kaki saya rasanya sudah mau copot, ditambah dengan beban tas yang saya bawa sangat menguras tenaga saya. Saya sering sekali meminta istirahat ke Adam, dan ia dengan sangat sabarnya selalu menuruti keinginan saya. Dan entah saat berada di pos berapa saya tidak ingat,saya merasa sudah sangat tidak kuat untuk berjalan. Saya pun akhirnya menangis dan mengatakan berulang-ulang ke Adam kalau saya sudah tidak sanggup lagi.  Baju saya pun sudah penuh dengan tanah , karena saat berjalan saya sering sekali jatuh. Adam terus menyemangati saya meskipun saya tidak ingin melanjutkan perjalanan ini. Dia berkata:

            “ Aku yakin kamu pasti bisa, kamu bukan wanita yang lemah. Kalau kamu sudah ga kuat,kita bisa sering-sering istirahat, kamu yakin mau mundur sekarang sementara kita belum sampai di puncak? Kamu yakin akan membuat perjuanganmu berhenti disini?? Kamu harus yakin. Ada aku disini, percaya sama aku. Aku akan jagain kamu sampai di puncak nanti..”
            

 Kemudian Adam memegangi  tangan saya selama perjalanan,hal itu yang membuat tangisan saya sedikit demi sedikit mulai terhenti. Saya yakin Adam juga merasa lelah , tapi dia berusaha menyembunyikannya dari saya. Akhirnya saya mendorong diri saya untuk tetap bertahan dengan perjalanan ini.  
            Sekitar pukul 08.00 WIB akhirnya kami tiba di puncak. saya sangat senang, saking senangnya  saya hampir lupa dengan rasa sakit yang menyelimuti kaki saya. Tak henti-hentinya saya berteriak “Allahu Akbar!”.. sementara Adam sibuk membuka bekal makanan yang kami bawa. Adam menyuruh saya untuk makan terlebih dahulu, sementara dia akan mendirikan tenda untuk istirahat.  Setelah tenda berdiri Adam langsung menyuruh saya masuk ke tenda untuk beristirahat dan berganti baju, sedangkan dia makan dan beristirahat di luar tenda.  
          
  Setelah sekitar 1 jam beristirahat , kami berdua pun tak lupa untuk mengambil foto. Suasana di puncak Gunung Ungaran saat itu sangat ramai, banyak pendaki yang juga tak mau kalah ikutan mengambil foto. Di puncak saya menemui bukan hanya pendaki dari Indonesia saja, melainkan ada lumayan banyak pendaki dari luar negeri juga. Saya sangat bersemangat sekali untuk hunting foto di sekitar puncak Ungaran. 
             
Setelah dirasa cukup dan puas menikmati puncak gunung Ungaran yang memiliki ketinggian 2.050 MDPL ini. Tepat pukul 14.00 WIB kami berdua memutuskan untuk turun. Dan kami tiba kembali di basecamp sekitar pukul 19.00 WIB.
            Sungguh pengalaman yang tidak akan pernah terlupakan oleh saya. Pendakian pertama saya yang begitu spesial bersama orang yang spesial. Saya jadi belajar banyak hal, terkadang saat kita sudah menyerah dan berputus asa pada suatu hal atau keadaan  saat itu juga diri kita sedang diuji untuk mengambil sebuah keputusan, apakah berhenti atau terus malanjutkannya meskipun rasanya sudah tidak sanggup. Tetapi jika kita yakin kita bisa, maka keyakinan itulah yang akan mengantarkan kita melewati semua rintangan hingga kita berada di sebuah tempat yang  disebut PUNCAK....

***Begitu kira-kira cerita singkat dari pendakian pertama saya. Bagaimanakah pendakian pertama kalian??


Dokumentasi pribadi:





Greace Fitriana Chandramanik ,sahabat yang suka bercengkrama dengan alam



        Icha... begitulah sapaan akrab gadis kelahiran kota Pemalang ini. Sudah beberapa kali saya melakukan pendakian bersama Icha, dari dia lah saya belajar banyak hal tentang pendakian. Icha sudah mendaki beberapa gunung di Jawa tengah. Dia juga tergabung ke dalam organisasi pencinta alam di kampusnya. Icha suka sekali bercerita kepada saya mengenai petualangan-petualangan yang sudah ia lakukan. Dari Icha pula saya mendapatkan banyak pengetahuan tentang gunung-gunung di Indonesia.Maklum saja saya ini masih pemula dan masih banyak yang belum saya ketahui. Pernah sesekali saya bertanya padanya tentang mengapa ia tertarik untuk melakukan pendakian? Padahal itu bukanlah hal yang mudah , apalagi untuk perempuan seperti kami ini. Dengan lugasnya ia menjawab:

       "Dari semua perjalananku bercengkrama dengan alam, banyak sekali kenangan, pengalaman dan pelajaran yang aku dapat. Hingga akhirnya aku benar-benar jatuh cinta pada alam. Sebenarnya alam Indonesia itu banyak menyimpan keindahan di dalamnya, tapi sayang orang-orangnya kurang peduli dengan lingkungannya. Jadi ya banyak yang beranggapan kalo alam itu lebih kejam dari pada manusia. Itu salah kalo menurut aku, alam itu sudah menjajalankan sesuai tugasnya, dia menjadi beringas karena manusianya itu sendiri yang tidak mampu menghormati alam. Salah satu keinginanku sih ingin memperbaiki kerusakan alam saat ini, walaupun mungkin belum sampai skala besar , namun setidaknya aku ingin berkontribusi untuk alam tercinta ini. Alam yang sudah mengajarkan aku segalanya, dari mengerti diri sendiri, mengerti orang lain bahkan loyalitas terhadap sebuah kelompok. Seperti slogan yang aku lihat di gunung Lawu “Alam tidak akan memberi, jika kita tidak peduli.” dan juga seperti yang mas Adriyano Louizzao bilang ”Bergeraklah dari tempatmu terlelap dan temukan cerita yang lebih indah dari sebelumnya.” Aku harap ini bukan hanya sekedar hobi, tapi juga hobi yang bisa bermanfaat ."

         Saya setuju dengan  Icha bahwa alam banyak mengajarkan kita tentang hal-hal yang luar biasa. Sudah sepatutnya kita bersyukur dan berterimakasih pada Allah yang telah menciptakan alam Indonesia dengan begitu Indahnya. Menikmati juga harus dibarengi dengan menjaganya..agar bukan cuma saya atau Icha saja, tapi semua orang juga bisa menikmatinya.

Kamis, 06 November 2014

Beginilah awal mulanya punya niat naik gunung



Awalnya saya tidak tertarik dengan pendakian, bahkan hanya untuk membayangkan saya berjalan menelusuri hutan belantara, menapaki jalan yang menanjak untuk sampai di puncak sebuah gunung saja tidak. Hal semacam itu benar-benar tidak pernah terlintas dalam pikiran saya. Tetapi kini lain ceritanya, kini hal tersebut justru menjadi hobi yang  bener-bener saya sukai.
Awalnya kekasih saya yang sedang berkuliah di Semarang memberi kabar kalau dia dan teman-temannya akan melakukan pendakian ke gunung Merbabu. Saya sangat khawatir dan mulai mengatur-ngaturnya. Saya sangat cerwet mengingatkan dia untuk tidak lupa membawa baju hangat, obat-obatan, makanan dan minuman secukupnya,dan lain-lain. Tentu saja kelakuan saya membuat dia sangat kesal, dia terus saja meyakinkan kalau dia akan baik-baik saja dalam pendakian ini. Dan selama 3 hari saya terpaksa harus rela  tidak menerima sms dan telpon dari dia. Tentu saja itu adalah hal yang sangat di benci untuk cewe yang mengidap LDR seperti saya ini. Sepulangnya dia dari pendakian, Adam menceritakan pengalaman pertamanya itu. saya hanya bisa mendengarkan dan merasa sangat tidak tertarik.
Namun semua itu berubah setelah saya menonton film 5CM. Yang membuat saya tertarik dengan film itu justru bukan kisah dari para pemainnya ataupun pada syair-syair cinta andalan Bang Jafran, saya malah tertarik dengan kondisi alam yang ditampilkan, begitu indah, dan begitu mempesona. Ingin rasanya saya berada di tempat seperti itu, dan rasa penasaran ingin mendaki sebuah gunung pun mulai menggalayuti benak saya. Saya mengungkapkan keinginan itu pada Adam, dia bilang tidak mudah untuk mencapai sebuah puncak gunung terlebih lagi untuk wanita. Katanya, saya harus berjalan berhari-hari menulusuri jalanan yang penuh dengan rintangan dan kondisi fisik juga harus kuat. Dia meminta saya untuk memikirkan lagi, karena dia tidak ingin terjadi hal-hal yang buruk ketika saya benar-benar melakukan pendakian nantinya. 


**haha bisa dibilang  secara tidak langsung saya ini salah satu korban film 5CM

Tapi saya terus ngotot, terus memaksa Adam untuk mengajari saya sebagai pendaki pemula. Saya terus meyakinkan dia kalau saya akan mencoba dan pasti bisa melakukannya. Dan akhirnya pun Adam mengalah, ia akhirnya mau menemani dalam pendakian pertama saya ini. Sebagai permulaan katanya saya belajar dulu mendaki gunung yang tidak terlalu tinggi. Dan sebagai latihan untuk pemula, akhirnya kami memutuskan untuk melakukan pendakian di Gunung Ungaran Semarang. Gunung ungaran ini memiliki ketinggian kurang lebih 2.050 meter di atas permukaan laut. Dengan sangat antusiasnya saya mulai mempersiapkan sedikit demi sedikit perlengkapan yang saya butuhkan untuk pendakian ini. Tak henti-hentinya saya bertanya ke Adam tentang keperluan apa saja yang sekiranya saya  butuhkan untuk pandakian ini. Rupanya saya hanya memerlukan baju hangat, sepatu dan tas. Untuk kebutuhan lain Adam yang nantinya akan menyiapkan.
Saya sangat antusias sekali mempersiapkan pendakian ini. dibalik rasa antusias itu, terselip sedikit rasa cemas dan takut yang membuat saya ragu dan berpikir ulang mengenai hal yang akan saya lakukan kali ini. bagaimana tidak cemas, saya ini masih awam dan masih belum tahu apa-apa mengenai pendakian, istilahnya cuma modal nekat doang. Namun saya terus melawan rasa takut itu dengan terus berkata pada diri sendiri :
"Saat lo berani menghadapi sebuah ketakutan, saat itu pula lo berhasil melewati adventure yang baru!!! Bismillah pasti bisa!!"


**haha karena saya masih awam banget belum tahu apa-apa,, saya akhirnya mulai search tuh hal-hal mengenai pendakian... dan saya baru tahu ternyata banyak wanita-wanita di luar sana yang dengan sangat mengagumkannya bisa mencapai puncak-puncak gunung bukan hanya di Indonesia tetapi sudah go internasional...begitu istilahnya kira-kira...
   
Begitulah kira-kira cerita singkatnya awal saya punya niatan buat mendaki gunung...